Rabu, 09 Mei 2012

Akreditasi Pendidikan


AKREDITASI DALAM UAPAYA PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN
Oleh: Muhammad Nurrudin, S.Pd.I

   I.       Latar Belakang
Akreditasi adalah salah satu Usaha tuntutan pembaharuan sistem pendidikan untuk mencapai sekolah yang berkualitas, di antaranya pembaharuan kurikulum, yaitu diversifikasi kurikulum untuk melayani peserta didik dan potensi daerah yang beragam, diversifikasi jenis pendidikan yang dilakukan secara profesional, penyusunan standar kompetensi tamatan yang berlaku secara nasional dan daerah menyesuaikan dengan kondisi setempat; penyusunan standar kualifikasi pendidik yang sesuai dengan tuntutan pelaksanaan tugas secara profesional; penyusunan standar pendanaan pendidikan untuk setiap satuan pendidikan sesuai prinsip-prinsip pemerataan dan keadilan; dan pelaksanaan manajemen pendidikan berbasis sekolah; serta penyelenggaraan pendidikan dengan sistem terbuka dan multimakna.  Pembaharuan sistem pendidikan juga meliputi penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola pemerintah dan pendidikan yang dikelola masyarakat, serta pembedaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum.[1]
Pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah
Mengingat, salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya kualitas pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya dengan pengembangan kurikulum, peningkatan mutu guru, perbaikan sarana pendidikan, pengadaan buku dan alat peraga, serta peningkatan mutu manajemen madrasah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah atau madrasah memang telah menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup mengembirakan, namun pada umumnya, sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.

II.       Pembahasan
A.    Akreditasi
1.         Pengertian Akreditasi
Secara istilah akreditasi diartikan sebagai satu proses penilaian kualitas dengan menggunakan kriteria baku mutu yang ditetapkan dan bersifat terbuka.[2]
Dalam konteks akreditasi madrasah, dapat diberikan pengertian sebagai suatu proses penilaian kualitas madrasah, baik negeri maupun swasta, dengan memberikan dan menggunakan kriteria baku mutu yang ditetapkan pemerintah atau lembaga akreditasi, dan hasil dari penilaian tersebut selanjutnya dijadikan dasar untuk memelihara dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan lembaga yang bersangkutan.
2.         Tujuan dan Fungsi Akreditasi
Dalam akreditasi madrasah maupun sekolah memiliki tujuan-tujuan dan fungsi sebagai berikut:[3]
Tujuan akreditasi madrasah adalah untuk memperoleh gambaran keadaan kinerja madrasah dan untuk menentukan tingkat kelayakan suatu madrasah dalam menyelenggarakan pendidikan, sebgai dasar yang dapat digunakan sebagai alat pembinaan dan pengembangan, dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di madrasah.
Fungsi Akreditasi yaitu Akreditasi bagi madrasah memiliki fungsi diantaranya, perlindungan masyarakat (Quality Assurance), pengendalian mutu (Quality Control), dan pengembangan mutu (Quality improvement).
3.         Komponen Indikator Akreditasi
Dalam akreditasi ada empat komponen yang dijadikan standar penilaian dengan indikatornya sebagai berikut:
a)    Proses Belajar mengajar yang direncanakan dan dilaksanakan, yang sesuai standar baku.
b)   Sumber daya yang mencakup, SDM, Sumber daya sarana prasarana, dan sumber daya keuangan, yang sesuai standar baku.
c)    Manajemen madrasah yang akuntabel dan transparan.
d)   Kultur dan lingkungan yang efektif secara fisik, social, mental psikologis, dan spiritual.

B.     Kualitas Pendidikan
1.         Pengertian kualitas
Dalam rangka umum kualitas/mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.
Mutu dalam konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta atau Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb.
Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai .
Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah ' terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau "kognitif" dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya :NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.[4]
2.         Kerangka kerja dalam manajemen peningkatan kualitas berbasis sekolah/madrasah
Dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah dapat bekerja dalam koridor-koridor tertentu antara lain sebagai berikut;[5]
Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk : (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu;
a)    pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
b)   bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
c)    pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.

Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.
Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.
Konsekwensi logis dari itu, sekolah harus diperkenankan untuk:
a)    mengembangkan perencanaan pendidikan dan prioritasnya didalam kerangka acuan yang dibuat oleh pemerintah.
b)   Memonitor dan mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai dan menentukan apakah tujuannya telah sesuai kebutuhan untuk peningkatan mutu.
c)    Menyajikan laporan terhadap hasil dan performannya kepada masyarakat dan pemerintah sebagai konsumen dari layanan pendidikan (pertanggung jawaban kepada stake-holders).

3.         Paradigma Baru Peningkatan Kualitas Pendidikan
Untuk mencapai terselenggaranya pendidikan bermutu, dikenal dengan perlunya paradigma baru pendidikan yang difokuskan pada otonomi, akuntabilitas, akreditasi dan  evaluasi. Keempat pilar manajemen ini diharapkan pada akhirnya mampu menghasilkan pendidikan bermutu atau berkualitas;
a)    Mutu
Mutu adalah suatu terminologi subjektif dan relatif yang dapat diartikan dengan berbagai cara dimana setiap definisi bisa didukung oleh argumentasi yang sama baiknya. Secara luas mutu dapat diartikan sebagai agregat karakteristik dari produk atau jasa yang memuaskan kebutuhan konsumen/pelanggan. Karakteristik mutu dapat diuku secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendidikan, mutu adalah suatu keberhasilanproses belajar yang menyenangkan dan memberikan kenikmatan. Pelanggan bisa berupa mereka yang langsung menjadi penerima produk dan jasa tersebut atau mereka yang nantinya akan merasakan manfaat produk dan jasa tersebut. 
Edward Sallis menyatakan bahwa Total Quality Management (TQM) Pendidikan adalah sebuah filsosofis tentang perbaikan secara terus- menerus , yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan , keinginan , dan harapan para pelanggannya saat ini dan untuk masa yang akan datang.[6]
b)    Otonomi
Pengertian otonomi dalam pendidikan belum sepenuhnya mendapatkan kesepakatan pengertian dan implementasinya. Tetapi paling tidak, dapat dimengerti  sebagai bentuk pendelegasian kewenangan seperti dalam penerimaan dan pengelolaan peserta didik dan staf pengajar/staf non akademik, pengembangan kurikulum dan materi ajar, serta penentuan standar akademik. Dalam penerapannya di sekolah, misalnya,  paling tidak bahwa guru/pengajar semestinya diberikan hak-hak profesi yang mempunyai otoritas di kelas, dan tak sekedar sebagai bagian kepanjangan tangan birokrasi di atasnya.
c)    Akuntabilitas
Akuntabilitas diartikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan output dan outcome yang memuaskan pelanggan. Akuntabilitas menuntut kesepadanan antara tujuan lembaga pendidikan tersebut dengan kenyataan dalam hal norma, etika dan nilai (values) termasuk semua program dan kegiatan yang dilaksanakannya. Hal ini memerlukan transparansi (keterbukaan) dari semua pihak yang terlibat dan akuntabilitas untuk penggunaan semua sumberdayanya. 
d)   Akreditasi
Suatu pengendalian dari luar melalui proses evaluasi tentang pengembangan mutu lembaga pendidikan tersebut. Hasil akreditasi tersebut perlu diketahui oleh masyarakat yang menunjukkan posisi lembaga pendidikan yang bersangkutan dalam menghasilkan produk atau jasa yang bermutu. Pelaksanaan akreditasi dilakukan oleh suatu badan yang berwenang.
e)    Evaluasi
Evaluasi adalah suatu upaya sistematis untuk mengumpulkan dan memproses informasi yang menghasilkan kesimpulan tentang nilai, manfaat, serta kinerja dari lembaga pendidikan atau unit kerja yang dievaluasi, kemudian menggunakan hasil evaluasi tersebut dalam proses pengambilan keputusan dan perencanaan. Evaluasi bisa dilakukan secara internal atau eksternal.

Untuk bisa menghasilkan mutu/kualitas, menurut Slamet (1999) sebagaimana yang dikutip Karsidi, terdapat empat usaha mendasar yang harus dilakukan dalam suatu lembaga pendidikan, yaitu:[7]
a)    Menciptakan situasi “menang-menang”  (win-win solution) dan bukan situasi “kalah-menang” diantara fihak yang berkepentingan dengan lembaga pendidikan (stakeholders). Dalam hal ini terutama antara pimpinan lembaga dengan staf lembaga harus terjadi kondisi yang saling menguntungkan satu sama lain dalam meraih mutu produk/jasa yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan tersebut.
b)      Perlunya ditumbuhkembangkan adanya motivasi instrinsik pada setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu. Setiap orang dalam lembaga pendidikan harus tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai mutu tertentu yang meningkat terus menerus, terutama sesuai dengan kebutuhan dan harapan pengguna/langganan.
c)      Setiap pimpinan harus berorientasi  pada proses dan hasil jangka panjang. Penerapan manajemen mutu terpadu  dalam pendidikan bukanlah suatu proses perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang konsisten dan terus menerus.
d)     Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk mencapai mutu yang ditetapkan, harus dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-unsur pelaku proses mencapai hasil mutu. Janganlah diantara mereka terjadi persaingan yang mengganggu proses mencapai hasil mutu tersebut. Mereka adalah satu kesatuan yang harus bekerjasama dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk menghasilkan mutu sesuai yang diharapkan.

III.       KESIMPULAN
Pertama, peningkatan kualitas dilaksanakan dengan menggunakan model, Total Quality Management (TQM) yang memiliki beberapa indikasi penerapan proses diantaranya, manajemen pengelolaan yang jelas, berorientasi pada program unggulan, kurikulum tepat guna, mempertanggungjawabkan lulusan, memiliki daya tarik, dan peran masyarakat sangat besar. Dan dalam pelaksanaanya yaitu dengan Menciptakan komitmen bersama antara pimpinan Madrasah dan guru, pemenuhan Kebutuhan Program peningkatan mutu, Membangun kekompakan kinerja, Menetapkan standar dan tujuan yang akan di capai.
Kedua, Proses Pendidikan di sekolah/madrasah diantaranya melaksanakan program-program peningkatan mutu  dengan cukup baik, demgan Maksimalisasi Kompetensi guru dengan Kompetensi ini, Personal Guru, Sosial Guru, Akademik GuruKompetensi Guru, Paedagogik Guru dilaksanakan dengan baik, kurikulum yang baik dan hasil belajar yang meningkat.
Ketiga, ada dua faktor dalam pelaksanaan proses peningkatan mutu yaitu faktor penghambat diantaranya, Unsur sekolah/Madrasah dimana sekolah dari segi  fasilitas sarana seperti laoratorium IPA, Laboratorium Komputer, ruang media berbasis IT yang tidak mendukung mendukung Pelajaran PAI, pembelajaran tidak maksimal, Unsur Guru, sebenarnya unsur inilah yang paling rawan jika guru tidak bias memenej dengn baik maka tidak aka nada pembelajaran yang bermutu, berkaitan dengan permasalahan factor penghambat Perasaan substansi mapel UN lebih penting dari pada UAS/UAMBN sehingga tercipta suasana tidak semangat belajar. Kurang tertibnya guru dalam hal persiapan rencana pembelajaran dan penyusunan perangkat administrasi guru, dikarenakan tuntutan guru sangat banyak, Manajemen Keuangan sekolah/Madrasah Kurangnya tenaga professional akuntan, sehingga guru merangkap sebagai tenaga administrasi sehingga menggaanggu pembelajaran siswa, dan pemerintah dalam hal ini kita tidak lagi shock jika Kebijakan Pemerintah tentang pendidikan yang selalu berubah-ubah, serta Faktor Orang Tua yang walaupun tidak semuanya seperti Kurangnya perhatian orang tua siswa akan pendidikan anaknya.




IV.       PENUTUP
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga makalah ini bisa terselesaikan dengan baik. Penulisan makalah ini disertai dengan harapan agar dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam dunia pendidikan pada umumnya, dan khususnya pada Madrasah dilingkungan Kementerian Agama. Penulis menyampaikan rasa terima kasih sangat mendalam kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan makalah ini. Penulis yakin Allah SWT akan melipatgandakan balasan pahala dengan segala ridlo-Nya.
Akhirnya teriring doa semoga tulisan ini dapat memberi manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Amin.

Penulis


Nurudin












DAFTAR PUSTAKA

Bambang Suryadi, Pedoman Akreditasi Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: Depag RI (Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam), 2005.
Karsidi, "Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan Teknologi Jarak Jauh", Makalah, disampaikan dalam Seminar Regional Unit Pelaksana Pendidikan Jarak Jauh, UT, Solo 28 Mei 2005.
Sallis, Edward, Total Quality Manajemen in Education. Cetakan ke delapan. Jogjakarta: Penerbit IRCiSoD, 2008
Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, 1999.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


                [1] Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[2] Bambang Suryadi, Pedoman Akreditasi Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: Depag RI (Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam), 2005, h. 5
[3] Bambang Suryadi, Ibid., h. 6
[4] Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, 1999.
                [5] Ibid.,
[6] Sallis, Edward, Total Quality Manajemen in Education. Cetakan ke delapan. Jogjakarta: Penerbit IRCiSoD, 2008, h.6.
                [7] Karsidi, "Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan Teknologi Jarak Jauh", Makalah, disampaikan dalam Seminar Regional Unit Pelaksana Pendidikan Jarak Jauh, UT, Solo 28 Mei 2005., h. 5.