AKREDITASI
DALAM UAPAYA PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN
Oleh: Muhammad Nurrudin, S.Pd.I
I.
Latar Belakang
Akreditasi
adalah salah satu Usaha tuntutan pembaharuan sistem pendidikan untuk mencapai
sekolah yang berkualitas, di antaranya pembaharuan kurikulum, yaitu
diversifikasi kurikulum untuk melayani peserta didik dan potensi daerah yang
beragam, diversifikasi jenis pendidikan yang dilakukan secara profesional,
penyusunan standar kompetensi tamatan yang berlaku secara nasional dan daerah
menyesuaikan dengan kondisi setempat; penyusunan standar kualifikasi pendidik
yang sesuai dengan tuntutan pelaksanaan tugas secara profesional; penyusunan
standar pendanaan pendidikan untuk setiap satuan pendidikan sesuai
prinsip-prinsip pemerataan dan keadilan; dan pelaksanaan manajemen pendidikan
berbasis sekolah; serta penyelenggaraan pendidikan dengan sistem terbuka dan
multimakna. Pembaharuan sistem pendidikan juga meliputi penghapusan
diskriminasi antara pendidikan yang dikelola pemerintah dan pendidikan yang
dikelola masyarakat, serta pembedaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan
umum.[1]
Pembaharuan
sistem pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui visi, misi, dan
strategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi
terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa
untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah
Mengingat, salah satu permasalahan
pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya kualitas
pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan
dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional, misalnya dengan pengembangan kurikulum, peningkatan mutu
guru, perbaikan sarana pendidikan, pengadaan buku dan alat peraga, serta
peningkatan mutu manajemen madrasah. Namun demikian, berbagai indikator mutu
pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah atau
madrasah memang telah menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup
mengembirakan, namun pada umumnya, sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.
II.
Pembahasan
A.
Akreditasi
1.
Pengertian Akreditasi
Secara istilah akreditasi diartikan
sebagai satu proses penilaian kualitas dengan menggunakan kriteria baku mutu
yang ditetapkan dan bersifat terbuka.[2]
Dalam konteks akreditasi madrasah,
dapat diberikan pengertian sebagai suatu proses penilaian kualitas madrasah,
baik negeri maupun swasta, dengan memberikan dan menggunakan kriteria baku mutu
yang ditetapkan pemerintah atau lembaga akreditasi, dan hasil dari penilaian
tersebut selanjutnya dijadikan dasar untuk memelihara dan meningkatkan kualitas
penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan lembaga yang bersangkutan.
2.
Tujuan dan Fungsi Akreditasi
Dalam akreditasi madrasah maupun
sekolah memiliki tujuan-tujuan dan fungsi sebagai berikut:[3]
Tujuan akreditasi madrasah adalah
untuk memperoleh gambaran keadaan kinerja madrasah dan untuk menentukan tingkat
kelayakan suatu madrasah dalam menyelenggarakan pendidikan, sebgai dasar yang
dapat digunakan sebagai alat pembinaan dan pengembangan, dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan di madrasah.
Fungsi Akreditasi yaitu Akreditasi
bagi madrasah memiliki fungsi diantaranya, perlindungan masyarakat (Quality
Assurance), pengendalian mutu (Quality Control), dan pengembangan
mutu (Quality improvement).
3.
Komponen Indikator Akreditasi
Dalam akreditasi ada empat komponen
yang dijadikan standar penilaian dengan indikatornya sebagai berikut:
a)
Proses
Belajar mengajar yang direncanakan dan dilaksanakan, yang sesuai standar baku.
b)
Sumber
daya yang mencakup, SDM, Sumber daya sarana prasarana, dan sumber daya
keuangan, yang sesuai standar baku.
c)
Manajemen
madrasah yang akuntabel dan transparan.
d)
Kultur
dan lingkungan yang efektif secara fisik, social, mental psikologis, dan
spiritual.
B. Kualitas Pendidikan
1.
Pengertian kualitas
Dalam rangka umum kualitas/mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik
berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible.
Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses
pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan"
yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif,
atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana
sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya
serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas
berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua
komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan
sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun
ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang
non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.
Mutu dalam konteks "hasil
pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap
kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5
tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student
achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum,
Ebta atau Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di
suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya :
komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa
kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin,
keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb.
Antara proses dan hasil
pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang
baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (ouput) harus
dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan
dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses
harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata
lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan
hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang
dicapai .
Untuk mengetahui
hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah ' terutama yang menyangkut aspek
kemampuan akademik atau "kognitif" dapat dilakukan benchmarking (menggunakan
titik acuan standar, misalnya :NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap
seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya
(benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh
individu sekolah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk
memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan penjabaran
dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.[4]
2.
Kerangka kerja dalam manajemen peningkatan kualitas
berbasis sekolah/madrasah
Dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah
dapat bekerja dalam koridor-koridor tertentu antara lain sebagai berikut;[5]
Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua
sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan
operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk : (i)
memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala
prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan
antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii)
pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki
akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan
perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan
orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan
untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan
yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika
mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk
itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan
mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan
melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program
prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara
nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari
standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa
materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan
lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang
secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap
arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal
yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu;
a) pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
b) bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum
tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan
memperhatikan sumber daya yang ada.
c) pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai
fenomena alamiah di sekolah.
Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui
proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai
aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses
ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai
anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya
mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.
Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses
rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan
struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf
lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan
kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam
pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan
secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar sekolah
berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks ini
pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan
terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya
manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya
pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal.
Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.
Konsekwensi logis dari itu, sekolah harus diperkenankan untuk:
a) mengembangkan perencanaan pendidikan dan prioritasnya didalam kerangka
acuan yang dibuat oleh pemerintah.
b) Memonitor dan mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai dan menentukan
apakah tujuannya telah sesuai kebutuhan untuk peningkatan mutu.
c) Menyajikan laporan terhadap hasil dan performannya kepada masyarakat dan
pemerintah sebagai konsumen dari layanan pendidikan (pertanggung jawaban kepada
stake-holders).
3.
Paradigma Baru
Peningkatan Kualitas Pendidikan
Untuk mencapai terselenggaranya pendidikan bermutu,
dikenal dengan perlunya paradigma baru pendidikan yang difokuskan pada otonomi,
akuntabilitas, akreditasi dan evaluasi.
Keempat pilar manajemen ini diharapkan pada akhirnya mampu menghasilkan
pendidikan bermutu atau berkualitas;
a)
Mutu
Mutu adalah suatu terminologi subjektif dan relatif yang dapat
diartikan dengan berbagai cara dimana setiap definisi bisa didukung oleh
argumentasi yang sama baiknya. Secara luas mutu dapat diartikan sebagai agregat
karakteristik dari produk atau jasa yang memuaskan kebutuhan
konsumen/pelanggan. Karakteristik mutu dapat diuku secara kuantitatif dan
kualitatif. Dalam pendidikan, mutu adalah suatu keberhasilanproses belajar yang
menyenangkan dan memberikan kenikmatan. Pelanggan bisa berupa mereka yang
langsung menjadi penerima produk dan jasa tersebut atau mereka yang nantinya
akan merasakan manfaat produk dan jasa tersebut.
Edward Sallis menyatakan bahwa Total Quality Management (TQM) Pendidikan
adalah sebuah filsosofis tentang perbaikan secara terus- menerus , yang dapat
memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam
memenuhi kebutuhan , keinginan , dan harapan para pelanggannya saat ini dan
untuk masa yang akan datang.[6]
b)
Otonomi
Pengertian otonomi dalam pendidikan belum sepenuhnya mendapatkan
kesepakatan pengertian dan implementasinya. Tetapi paling tidak, dapat
dimengerti sebagai bentuk pendelegasian
kewenangan seperti dalam penerimaan dan pengelolaan peserta didik dan staf pengajar/staf
non akademik, pengembangan kurikulum dan materi ajar, serta penentuan standar
akademik. Dalam penerapannya di sekolah, misalnya, paling tidak bahwa guru/pengajar semestinya
diberikan hak-hak profesi yang mempunyai otoritas di kelas, dan tak sekedar
sebagai bagian kepanjangan tangan birokrasi di atasnya.
c) Akuntabilitas
Akuntabilitas diartikan sebagai kemampuan
untuk menghasilkan output dan outcome yang memuaskan pelanggan. Akuntabilitas
menuntut kesepadanan antara tujuan lembaga pendidikan tersebut dengan kenyataan
dalam hal norma, etika dan nilai (values) termasuk semua program dan kegiatan
yang dilaksanakannya. Hal ini memerlukan transparansi (keterbukaan) dari semua
pihak yang terlibat dan akuntabilitas untuk penggunaan semua
sumberdayanya.
d) Akreditasi
Suatu pengendalian dari luar melalui proses
evaluasi tentang pengembangan mutu lembaga pendidikan tersebut. Hasil
akreditasi tersebut perlu diketahui oleh masyarakat yang menunjukkan posisi
lembaga pendidikan yang bersangkutan dalam menghasilkan produk atau jasa yang
bermutu. Pelaksanaan akreditasi dilakukan oleh suatu badan yang berwenang.
e) Evaluasi
Evaluasi adalah suatu upaya sistematis untuk
mengumpulkan dan memproses informasi yang menghasilkan kesimpulan tentang
nilai, manfaat, serta kinerja dari lembaga pendidikan atau unit kerja yang
dievaluasi, kemudian menggunakan hasil evaluasi tersebut dalam proses
pengambilan keputusan dan perencanaan. Evaluasi bisa dilakukan secara internal
atau eksternal.
Untuk bisa menghasilkan mutu/kualitas, menurut Slamet
(1999) sebagaimana yang dikutip Karsidi, terdapat empat usaha mendasar yang
harus dilakukan dalam suatu lembaga pendidikan, yaitu:[7]
a) Menciptakan situasi “menang-menang”
(win-win solution) dan bukan situasi “kalah-menang” diantara fihak yang
berkepentingan dengan lembaga pendidikan (stakeholders). Dalam hal ini terutama
antara pimpinan lembaga dengan staf lembaga harus terjadi kondisi yang saling
menguntungkan satu sama lain dalam meraih mutu produk/jasa yang dihasilkan oleh
lembaga pendidikan tersebut.
b) Perlunya ditumbuhkembangkan adanya motivasi instrinsik pada setiap orang
yang terlibat dalam proses meraih mutu. Setiap orang dalam lembaga pendidikan
harus tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai mutu tertentu yang
meningkat terus menerus, terutama sesuai dengan kebutuhan dan harapan
pengguna/langganan.
c) Setiap pimpinan harus berorientasi
pada proses dan hasil jangka panjang. Penerapan manajemen mutu
terpadu dalam pendidikan bukanlah suatu
proses perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang konsisten dan
terus menerus.
d) Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk mencapai mutu
yang ditetapkan, harus dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-unsur pelaku
proses mencapai hasil mutu. Janganlah diantara mereka terjadi persaingan yang
mengganggu proses mencapai hasil mutu tersebut. Mereka adalah satu kesatuan
yang harus bekerjasama dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk
menghasilkan mutu sesuai yang diharapkan.
III.
KESIMPULAN
Pertama, peningkatan kualitas dilaksanakan dengan menggunakan model, Total
Quality Management (TQM) yang memiliki beberapa indikasi penerapan proses
diantaranya, manajemen pengelolaan yang jelas,
berorientasi pada program unggulan, kurikulum tepat guna,
mempertanggungjawabkan lulusan, memiliki daya tarik, dan peran masyarakat
sangat besar. Dan dalam pelaksanaanya yaitu dengan Menciptakan komitmen bersama antara
pimpinan Madrasah dan guru, pemenuhan Kebutuhan Program peningkatan mutu,
Membangun kekompakan kinerja, Menetapkan standar dan tujuan yang akan di capai.
Kedua, Proses Pendidikan di sekolah/madrasah diantaranya melaksanakan program-program
peningkatan mutu dengan cukup baik,
demgan Maksimalisasi Kompetensi guru dengan Kompetensi ini, Personal Guru, Sosial Guru,
Akademik GuruKompetensi Guru, Paedagogik Guru dilaksanakan dengan baik,
kurikulum yang baik dan hasil belajar yang meningkat.
Ketiga, ada dua faktor dalam pelaksanaan proses peningkatan mutu yaitu faktor
penghambat diantaranya, Unsur sekolah/Madrasah dimana sekolah dari segi fasilitas sarana seperti
laoratorium IPA, Laboratorium Komputer, ruang media berbasis IT yang tidak
mendukung mendukung Pelajaran PAI, pembelajaran tidak maksimal, Unsur Guru, sebenarnya unsur inilah yang
paling rawan jika guru tidak bias memenej dengn baik maka tidak aka nada pembelajaran
yang bermutu, berkaitan dengan permasalahan factor penghambat Perasaan
substansi mapel UN lebih penting dari pada UAS/UAMBN sehingga tercipta suasana
tidak semangat belajar. Kurang tertibnya guru dalam hal persiapan rencana
pembelajaran dan penyusunan perangkat administrasi guru, dikarenakan tuntutan
guru sangat banyak, Manajemen Keuangan sekolah/Madrasah Kurangnya
tenaga professional akuntan, sehingga guru merangkap sebagai tenaga
administrasi sehingga menggaanggu pembelajaran siswa, dan pemerintah dalam hal
ini kita tidak lagi shock jika Kebijakan Pemerintah tentang pendidikan
yang selalu berubah-ubah, serta Faktor Orang Tua yang walaupun tidak semuanya
seperti Kurangnya perhatian orang tua siswa akan pendidikan anaknya.
IV.
PENUTUP
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan
Rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga makalah ini bisa terselesaikan
dengan baik. Penulisan makalah ini disertai dengan harapan agar dapat
memberikan sumbangan pemikiran dalam dunia pendidikan pada umumnya, dan
khususnya pada Madrasah dilingkungan Kementerian Agama. Penulis menyampaikan
rasa terima kasih sangat mendalam kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya penulisan makalah ini. Penulis yakin Allah SWT akan melipatgandakan
balasan pahala dengan segala ridlo-Nya.
Akhirnya teriring doa semoga tulisan ini dapat memberi manfaat khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Amin.
Penulis
Nurudin
DAFTAR PUSTAKA
Bambang
Suryadi, Pedoman Akreditasi Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: Depag RI
(Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam), 2005.
Karsidi, "Peningkatan Mutu Pendidikan
Melalui Penerapan Teknologi Jarak Jauh", Makalah, disampaikan dalam Seminar Regional Unit Pelaksana Pendidikan
Jarak Jauh, UT, Solo 28 Mei 2005.
Sallis,
Edward, Total Quality Manajemen in Education. Cetakan ke delapan.
Jogjakarta: Penerbit IRCiSoD, 2008
Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah,
Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, 1999.
Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[2] Bambang
Suryadi, Pedoman Akreditasi Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: Depag RI (Direktorat
Jenderal Kelembagaan Agama Islam), 2005, h. 5
[3] Bambang
Suryadi, Ibid., h. 6
[4] Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah,
Jakarta:
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, 1999.
[6]
Sallis, Edward, Total Quality Manajemen in Education.
Cetakan ke delapan. Jogjakarta: Penerbit IRCiSoD, 2008, h.6.